"Lagipula kau akan tetap melanjutkan hidup," batinku suatu hari. "Dan aku akan bisa jatuh cinta kembali," ujarku menjawab pikiranku sendiri. "Lagipula dia telah bahagia," ucap yang lain lagi. "Lagipula sudah tidak ada waktu yang tepat untuk kembali," kata yang lain menimpali. Dulu ku pikir hidupku tak lagi ada warnanya saat kau tak ada, Masih melekat ingatan tentang jaket berwarna biru yang kau kembalikan di hari terakhir kita bertemu, dan masih menyimpan wangimu. Masih teringat jelas pula betapa di hari itu kau mengenakan kemeja merah terbaikmu seakan tak akan pernah ada lagi kesempatan bagiku untuk melihatnya. Masih melekat juga rasanya menangis dua hari sebelum tahun baru, Saat aku menahan keinginan setengah mati untuk mengunduh kembali aplikasi pesan singkat itu. Membuka-tutup pesan perpisahan tentang ceramahmu agar aku tetap melanjutkan hidup, Berharap waktu berhenti kali itu saja. Masih melekat pula ingatan bahwa satu tahun setelahnya kau m
Yang pertama kali aku sadari sesaat setelah sampai di Bandung kemarin malam, Adalah restoran siap saji tempat kita menghabiskan hampir 24 jam dalam sehari untuk bercengkerama itu, kini telah berubah... Menjadi restoran khas Padang dengan jenama yang entah sulit sekali aku melafalkannya. Dulu, di restoran siap saji itu, kita pernah berdebat hanya karena es krim yang tumpah. Tetapi setelah itu kita tertawa tergelak, "Kenapa kita kayak anak kecil, ya?" katamu. Lalu kita pergi dari tempat itu, mencari dua mangkuk bakso yang ternyata lebih nikmat daripada segelas es krim kelewat mahal itu. Dan pembicaraan kita pun kembali menghangat bersama kuah bakso yang kita biarkan dingin. Aku, hanya ingin memastikan apakah cerita-cerita itu masih menggelayuti kepalaku ketika pulang ke Bandung lagi. Nyatanya, masih. Ojek daring yang menjemputku pagi ini pun mengantarku ke Kineruku. Tempat kita banyak menghabiskan waktu dalam diam selama enam jam, mulai toko ini buka sampai akan tutup, tanpa be